Senin, 25 April 2011

im JPU Bantah Eksepsi yang Diajukan Kuasa Hukum Eep Hidayat

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan korupsi Bupati Subang Eep Hidayat membantah eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum Eep Hidayat. JPU meminta hakim agar menolak eksepsi itu dan melanjutkan persidangan.
Tanggapan atas eksepsi itu disampaikan tim JPU pada sidang hari Senin (25/4) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Tim JPU memaparkan, dakwaan terhadap Eep sudah berdasarkan aturan hukum dan pemeriksaan bukti dan saksi, dan Pengadilan Tipikor Bandung berhak mengadili perkara tersebut. Namun demikian, majelis hakim belum memberikan putusan sela atas eksepsi tersebut.
Ketua majelis hakim, I Gusti Lanang, SH mengatakan, putusan sela majelis hakim akan dibacakan pada Senin, 2 Mei 2011. Juga dikatakan, jawaban atas pengajuan penangguhan penahanan Eep, baru akan dijawab setelah sidang 2 Mei 2011.
Usai sidang, Eep mengatakan kepada wartawan, tanggapan JPU atas eksepsi yang dia ajukan sangat lemah. Menurut Eep, JPU bahkan sebenarnya tidak menjawab eksepsi itu secara keseluruhan. "Misalnya pertanyaan kami, kenapa hasil pemeriksaan BPK dan BPKP tidak dimasukkan ke dalam dakwaan? BPK dan BPKP menyebutkan tidak ada pelanggaran keuangan dalam peroalan upah pungut ini," kata Eep.
Namun, kata dia, dengan tidak terjawabnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam eksepsi, maka peluangnya untuk dibebaskan dari pemeriksaan pengadilan semakin besar. Tinggal hakim yang akan menilai tanggapan JPU atas eksepsi itu, apakah dakwaan terhadap Eep sudah benar atau dipaksakan.
"Hendarman Supanji (mantan Kepala Kejaksaan Agung -red) sendiri yang mengatakan, kasus korupsi itu harus mengacu kepada laporan keuangan BPK dan BPKP. Sekarang, dalam kasus saya, laporan BPK dan BPKP tidak dimasukkan di dalam dakwaan. Kami jadi bertanya, kenapa hal itu terjadi?" kata Eep.
Sementara itu salah satu kuasa hukum Eep, Abdy Yuhana, SH mengatakan, JPU tidak konsisten dalam menjawab eksepsi yang diajukan Eep dan tim penasihat hukumnya. Yang paling penting, kata Abdy, JPU telah menyatakan tidak akan mempertimbangkan sah atau tidaknya aturan tentang upah pungut. JPU juga tidak konsisten dalam menyebutkan kerugian negara.
"Awalnya disebut kerugian negara Rp 2,5 miliar, kemudian menjadi Rp 2,8 miliar, lalu berubah lagi menjadi Rp 14 miliar. Mana yang benar? Kami harap ini semua menjadi pertimbangan majelis hakim, agar dakwaan JPU dibatalkan," kata Abdy. (A-132/kur)***

http://www.pikiran-rakyat.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar