Konon dikisahkan, kesenian Sisingaan terkait erat dengan salah satu bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah. Perlawanan tersebut diwujudkan melalui binatang Singa kembar. Dua singa yang ditandu digambarkan sebagai lambang penjajah, sementara pengusungnya, dilambangkan sebagai rakyat yang terjajah. Singa sendiri adalah lambang negara Inggris. Sementara dalam Sisingaan, boneka singa dinaiki anak kecil, dimaksudkan untuk memperolok penjajah (Inggris) yang datang ke Indonesia dengan membonceng tentara Belanda.Seperti diketahui, tahun 1942 perang dunia kedua tak hanya melanda negara-negara besar. Bahkan Nusantara pun kena getahnya. Di sebuah lapangan terbang militer yang terletak di Kalijati (terdapat di selatan Subang) berlangsung sebuah perjanjian yang membawa bangsa Indonesia menjadi jajahan Jepang sebelum akhirnya berhasil memproklamasikan diri sehagai sebuah negara yang merdeka. Tampaknya hal ini sangat menginspirasi tetua setempat hingga muncullah kesenian Sisingaan.Lepas dari bentuk perlawana tersebut, dalam perkembangannya, ada yang menyebut Sisingaan sebagai penolak bala, ada pula yang sebatas ditampilkan untuk menyemarakkan arak-arakan (yang dalam istilah Sunda disebut helaran). Bahkan bagi sebagian masyarakat Sunda, menampilkan kesenian Sisingaan dalam hajatan sunat anak laki-laki mereka adalah sebuah kebanggaan.Kondisi geografis acap mempengaruhi bentuk kesenian di berbagai belahan dunia. Demikian pula Sisingaan. Di Kabupaten Subang Jawa Barat misalnya, terdapat 3 macam wilayah, Subang atas (pegunungan), Subang dataran, dan Subang pesisir. Masing-masing wilayah memiliki kebudayaan tersendiri yang mau tidak mau memengaruhi perkembangan kesenian Sisingaan.Perkembangan secara keseluruhan pun terbilang signifikan. Dari bentuk boneka singa kembar yang sangat sederhana, menjadi singa-singa yang tampak gagah lagi menarik. Kostum para pengusung singa kembar pun tak mau kalah, dari yang tampak ala kadarnya sampai penuh warna dan kadang kontras menyolok mata.
Seolah ingin menunjukkan 'inilah kami'. Demikian pula dengan pola gerak, alat musik pengiring, lagu-lagu yang rata-rata sedang populer di masyarakat dengan aransemen khas Sisingaan, sampai penambahan penari latar yang rata-rata perempuan.Pada dasarnya Sisingaan terdiri dari tetabuhan berbagi instrumen musik tradisional yang rancak, dipadukan dengan sejumlah gerakan yang terdiri dari Pasang (Kuda-kuda), Bangkaret, Masang (Ancang-ancang), Gugulingan, Sepakan Dua, Langkah Mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar Taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat Jungjung, Ngolecer, Lambang, Pasagi Tilu, Melak Cau, Nincak Rancatan, dan Kakapalan.Alat musik yang digunakan antara lain Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, dan Kecrek yang dimainkan sambil berdiri atau berjalan, dengan alat musik yang diikat ke tubuh. Lagu-lagu dalam Sisingaan diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger, dan Kliningan. Maraknya grup kesenian Sisingaan membuat tiap kelompok seolah ingin tampil special dan menjadi kelompok paling digemari. Meski masih banyak pula yang setia pada pakemnya. Dengan jumlah ratusan grup yang tersebar di berbagai pelosok, Pemkab Subang tergolong rajin menggelar festival setiap bulan April, dimana hari jadi kabupaten ini diperingati.















Tidak ada komentar:
Posting Komentar